Tuesday, January 19, 2010

Larangan Membuat Tato, Mencukur Alis, Merenggangkan Gigi

MediaMuslim.Info - Yang dimaksud membuat tato adalah menusuk-nusukkan jarum atau sebangsanya di punggung telapak tangan, lengan atau bibir atau tempat-tempat lainnya pada tubuh wanita yang tidak mengeluarkan darah, kemudian memberikan celak atau kapur pada bekas tusukan tersebut sehingga kulitnya berubah menjadi warna hijau. Wanita yang menjadi tukang membuat tato itu disebut sebagai Wasyimah, sedangkan wanita yang dibuatkan tato disebut Mausyumah, dan yang meminta dibuatkan tato disebut Mustausyimah. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/836)
Yang dimaksud dengan perenggangan gigi di sini adalah merenggangkan atau menggeser gigi taring dan empat gigi seri. (Gaharibu Al-Hadits, Khutabi 1/598). Hal ini sering dilakukan oleh wanita-wanita yang sudah tua dengan tujuan agar terlihat lebih muda. Sebenarnya kerenggangan antara gigi seri ini terjadi pada anak-anak kecil. Setiap kali bertambah usia seorang wanita khawatir sehingga dia merapikan giginya dengan alat perapi gigi supaya terlihat lembut dan baik serta tampak lebih muda. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/837)

Ketiga hal tersebut di atas merupakan perbuatan yang dilarang agama, dan pelakunya dilaknat, karena hal itu termasuk perbuatan merubah apa yang telah diciptakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Dari Abdullah bin Umar RadhiyAllohu Anhu, yang artinya: "Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang minta disambungkan rambutnya, wanita yang mentato (kulitnya) dan wanita yang meminta dibuatkan tato". (Muttafaqun 'alaih).

Sedangkan dari Abdullah bin Mas'ud RadhiyAllohu 'anhu, dia berkata :"Alloh Subhanahu wa Ta’ala melaknat wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Alloh".

Abdullah bin Mas'ud menyebarkan hal itu sehingga terdengar oleh wanita dari Bani Asad bernama Ummu Ya'qub. Setelah membaca Al-Qur'an, dia mendatangi Abdullah bin Mas'ud dan berkata: "Aku mendengar engkau melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya, wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang meminta direnggangkan giginya yang semuanya itu merubah ciptaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala?" Abdullah bin Mas'ud menjawab: "Bagaimana aku tidak melaknat orang-orang yang dilaknat oleh Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam dan semuanya itu telah diterangkan di dalam Al-Qur'an". Wanita itu berkata: "Aku telah membaca semua isi Al-Qur'an tetapi tidak mendapatkannya". Lalu Abdullah bin Mas'ud berkata. "Kalau engkau membacanya, pasti engkau akan mendapatkannya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: "Apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah". Wanita itupun berkata: "Sesungguhnya aku melihat hal itu pada istrimu sekarang ini". Abdullah bin Mas'ud pun bertutur: "Temui dan lihatlah dia". Selanjutnya Abdullah bin Mas'ud menceritakannya. "Maka wanita itu pun menemui istri Abdullah bin Mas'ud tetapi dia tidak mendapatkan sesuatu apapun. Kemudian dia pergi menemui Abdullah dan berkata: "Aku tidak melihat sesuatu". Maka Abdullah pun berkata: "Seandainya ada sesuatu padanya niscaya kami tidak akan menggaulinya". (Muttafaqun alaihi)

Dan dari Abu Jahifah RadhiyAllohu 'anhu, dia berkata, yang artinya: "Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam melarang uang hasil penjualan darah dan penjualan anjing serta upah pelacuran. Dan beliau juga melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya, orang yang memakan riba dan orang yang menjadi mitranya serta orang yang menggambar". (HR: Bukhari).

Imam Nawawi Rahimahulloh berkata: "Menurut hadits tersebut semuanya itu merupakan perbuatan haram, karena hal itu jelas merubah ciptaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, selain juga sebagai kebohongan sekaligus sebagai tipu daya".

Mengenai hal ini penulis katakan, adanya laknat bagi pelakunya menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan dosa besar. Oleh karena itu, hal itu telah dikategorikan oleh Al-Hafidzh Al-Zahabi termasuk dalam enam puluh dosa besar.

Banyak wanita yang meminta nikah dengan melakukan hal itu terhadap dirinya sendiri, sehingga mereka mengira terlihat lebih muda atau cantik. Yang lebih aneh lagi, beberapa dari para ibu melakukan hal tersebut terhadap puteri-puteri mereka yang masih kecil. Dalam hal itu sang ibu yang berdosa sedangkan sang anak tidak berdosa.

Salah seorang di antara mereka ada yang menanyakan mengenai wanita yang tumbuh jenggot atau kumis karena banyaknya hormon laki-laki pada diri mereka, lalu apakah mereka boleh mencukurnya?

Mengenai pertanyaan seperti itu dijawab boleh, karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak membebani seseorang diluar kemampuannya, melainkan sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam telah melarang wanita bertasyabuh (menyerupai) dengan laki-laki, sedangkan membiarkan jenggot dan kumis tumbuh panjang merupakan tindakan menyerupai laki-laki. Tasyabuh seperti itu tidak dapat dihilangkan melainkan dengan mencukur jenggot dan kumis tersebut.

Imam Nawawi Rahimahulloh (Syarhu Shahihi Muslim IV/837): “Tindakan seperti itu jelas haram kecuali apabila pada diri seorang wanita tumbuh jenggot atau kumis, maka dia tidak dilarang untuk mencukurnya, bahkan hal itu dianjurkan bagi kita".

Selanjutnya dia mengatakan :"Larangan itu hanya diperuntukkan pada rambut-rambut yang tumbuh di beberapa bagian wajah".

Oleh karena itu, pencukuran jenggot dan kumis bagi seorang wanita bukan merupakan tindakan merubah ciptaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, karena dasar penciptaan wanita adalah tanpa jenggot maupun kumis. Bahkan sebagian ulama mengharamkan laki-laki memotong jenggotnya karena hal itu termasuk tasyabbuh dengan wanita, dan itu jelas-jelas dilarang.

Demikian halnya perbaikan gigi karena untuk berobat atau untuk menghilangkan aib dan semisalnya merupakan suatu tindakan yang tidak dilarang. Imam Nawawi mengatakan: "Dalam hadits di atas terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa yang dilarang (haram) adalah orang yang meminta direnggangkan giginya dengan tujuan untuk mempercantik diri. Sedangkan apabila bertujuan untuk memperbaiki atau menghilangkan aib pada susunan gigi maka hal itu tidak dilarang". (Syahru Shahihi Muslim IV/837)

(Sumber Rujukan: 30 Larangan Bagi Wanita)

Menindik Telinga Bagi Para Wanita

MediaMuslim.Info - Menindik telinga bagi wanita hukumnya boleh, karena tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan fitrah wanita untuk berhias. Adanya rasa sakit ketika ditindik tidaklah merupakan halangan, karena hanya merupakan sakit sedikit dan sebentar. Dan menindik telinga seringkali hanya dilakukan ketika anak masih kecil.

Menindik telinga merupakan perkara biasa bagi wanita dari dulu hingga sekarang. Tidak ada larangan tentangnya, baik di dalam Al-Qur'an maupun hadits, justru ada riwayat yang mengisyaratkan diperbolehkannya dan pengakuan manusia atasnya. Terdapat riwayat dari Abdurrahman bin Abbas, ia berkata bahwa Ibnu Abbas ditanya: "Pernahkah kamu menyaksikan hari raya bersama Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam?" Dia menjawab, "Pernah, kalaulah bukan karena kedudukanku di sisinya, saya menyaksikannya semenjak kecil. Beliau mendatangi tanda di rumah Katsir bin Shalt (Rumah Katsir bin Shalt dipakai sebagai kiblat untuk shalat Id). Lalu beliau shalat kemudian berkhutbah tanpa terdengar adzan ataupun iqamah. beliau memerintahkan untuk bersedekah, maka para wanita mengulurkan tangannya ke telinga-telinga mereka dan leher-leher mereka (untuk mencopot perhiasan mereka) dan beliau memerintahkan kepada Bilal untuk mendatangi tempat wanita, (setelah selesai) kemudian Bilal kembali menghadap Nabi.

Dalam lafazh riwayat Al-Bukhari dari Ibnu Abbas disebutkan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan untuk bersedekah, maka saya melihat para wanita mengulurkan tangan ke telinga dan leher mereka (mengambil perhiasan mereka).

(Sumber Rujukan: Zinatul Mar'ah, Syaikh Abdullah Al-Fauzan, hal 54)

Ada Apa Dengan Ucapan “sodaqollahul adzim”

MediaMuslim.Info - Ucapan “sodaqollahul adzim” setelah membaca Al Quran atau satu ayat darinya bukanlah hal yang asing di kalangan kita kaum muslimin. Dari anak kecil sampai orang tua, pria atau wanita sudah biasa mengucapkannya. Dan sangat sungguh disedihkan, para qori Al Quran dan para khotib di mimbar-mimbar juga mengucapkannya bila selesai membaca satu atau lebih ayat Al Quran. Ada apa memangnya dengan kalimat itu?

Mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah selasai membaca Al Quran baik satu ayat atau lebih adalah suatu hal yang tidak ada tuntunan dalam syariat Islam, lalu darimanakah hal ini bisa muncul dikalangan umat Islam Indonesia.... Untuk lebih meyakinkan kita, sebagai Umat Islam kita harus bertindak berdasarkan Ilmu yang berlandaskan pada Kitabullah dan Sunnah rasulNya yang shohih.

Sahabat Ibnu Mas’ud telah berkata, “Ikutilah, dan jangan kalian membuat perkara baru !”. Suatu peringatan tegas dimana kita tidak perlu untuk menambah–nambah sesuatu yang baru atau bahkan mengurangi sesuatu dalam hal agama. Banyak ide atau atau anggapan–anggapan baik dalam agama yang tidak ada contohnya bukanlah perbuatan terpuji yang akan mendatangkan pahala, tetapi justru yang demikian itu berarti menganggap kurang atas syariat yang telah dibawa oleh Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa Sallam, dan bahkan yang demikian itu dianggap telah membuat syariat baru. Seperti perkataan Iman Syafi’i, ”Siapa yang membuat anggapan-anggapan baik dalam agama sungguh ia telah membuat syariat baru.”

Berkenaan Dengan Mengucapkan “sodaqollahul adzim” Marilah Kita Simak Dalil Berikut Ini

Pertama
Dalam shahih Bukhori no. 4582 dan shahih Muslim no. 800, dari hadits Abdullah bin Mas’ud berkata, yang artinya: “Berkata Nabi kepadaku, “Bacakanlah padaku.” Aku berkata, “Wahai Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa Sallam, apakah aku bacakan kepadamu sedangkan kepadamu telah diturunkan?” beliau menjawab, “ya”. Maka aku membaca surat An Nisa hingga ayat “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS: An Nisa: 41) beliau berkata, “cukup”. Lalu aku (Ibnu Masud) menengok kepadanya ternyata kedua mata beliau berkaca-kaca.”

Sahabat Ibnu Mas’ud dalam hadits ini tidak menyatakan “sodaqollahul adzim” setelah membaca surat An Nisa tadi. Dan tidak pula Nabi memerintahkannya untuk menyatakan “sodaqollahul adzim”, beliau hanya mengatakan kepada Ibnu Mas’ud “cukup”.

Kedua
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 6 dan Muslim no. 2308 dari sahabat Ibnu Abbas beliau berkata, yang artinya: “Adalah Rasulullah ShallAllohu 'alaihi wa Sallam orang yang paling giat dan beliau lebih giat lagi di bulan ramadhan, sampai saat Jibril menemuinya –Jibril selalu menemuinya tiap malam di Bulan Ramadhan- bertadarus Al Quran bersamanya”.

Tidak dinukil satu kata pun bahawa Jibril atau Nabi Muhammad ketika selesai qiroatul Quran mengucapkan “sodaqollahul adzim”.

Ketiga
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 3809 dan Muslim no. 799 dari hadits Anas bin Malik radiyallahu anhuma, yang artinya: “Nabi berkata kepada Ubay, “Sesungguhnya Alloh menyuruhku untuk membacakan kepadamu “lam yakunil ladzina kafaru min ahlil kitab” (“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya)…”) (QS: Al Bayyinah: 1). Ubay berkata, ”menyebutku ?” Nabi menjawab, “ya”, maka Ubay pun menangis”. Nabi tidak mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah membaca ayat itu.

Keempat
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 4474 dari hadits Raafi’ bin Al Ma’la radiyallahu anhuma bahwa Nabi ShallAllohu 'alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: “Maukah engkau kuajari surat yang paling agung dalam Al Quran sebelum aku pergi ke masjid ?” Kemudian beliau (Nabi) pergi ke masjid, lalu aku mengingatkannya dan beliau berkata, “Alhamdulillah, ia (surat yang agung itu) adalah As Sab’ul Matsaani dan Al Quranul Adzim yang telah diberikan kepadaku.” Beliau tidak mengatakan “sodaqollahul adzim”.

Kelima
Terdapat dalam Sunan Abi Daud no. 1400 dan Sunan At Tirmidzi no. 2893 dari hadits Abi Hurairah dari Nabi ShallAllohu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda, yang artinya: “Ada satu surat dari Al Quran banyaknya 30 ayat akan memberikan syafaat bagi pemiliknya –yang membacanya/ mengahafalnya- hingga ia akan diampuni, “tabaarokalladzii biyadihil mulk” (“Maha Suci Alloh yang ditanganNyalah segala kerajaan…”) (QS: Al Mulk: 1).
Nabi tidak mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah membacanya.

Keenam
Dalam Shahih Bukhori no. 4952 dan Muslim no. 494 dari hadits Baro’ bin ‘Ajib berkata, yang artinya: “Aku mendengar Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa Sallam membaca di waktu Isya dengan “attiini waz zaituun” , aku tidak pernah mendengar seorangpun yang lebih indah suaranya darinya”. Dan beliau tidak mengatakan setelahnya “sodaqollahul adzim”.

Ketujuh
Diriwatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya no. 873 dari hadits Ibnat Haritsah bin

An Nu’man berkata, yang artinya: “Aku tidak mengetahui/hafal “qaaf wal qur’aanil majiid” kecuali dari lisan rasulullah, beliau berkhutbah dengannya pada setiap Jumat”.

Tidak dinukil beliau mengucapkan setelahnya “sodaqollahul adzim” dan tidak dinukil pula ia (Ibnat Haritsah) saat membaca surat “qaaf” mengucapkan “sodaqollahul adzim”.

Jika kita mau menghitung surat dan ayat-ayat yang dibaca oleh Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa Sallam dan para sahabatnya serta para tabiin dari generasi terbaik umat ini, dan nukilan bahwa tak ada satu orangpun dari mereka yang mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah membacanya maka akan sangat banyak dan panjang. Namun semoga cukuplah bagi kita yang dinukilkan diatas dari mereka yang menunjukkan bahwa mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah membaca Al Quran atau satu ayat darinya adalah perkara yang baru yang tidak pernah ada dan di dahului oleh genersi pertama serta tidak pernah menjadi tuntunan umat Islam.

Satu hal lagi yang perlu dan penting untuk diperhatikan bahwa meskipun ucapan “sodaqollahul adzim” setelah qiroatul Quran adalah tidak ada tuntunannya dalam Islam, namun kita wajib meyakini dalam hati perihal maknanya bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala maha benar dengan seluruh firmannya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan siapa lagi yang lebih baik perkataanya daripada Alloh Subhanahu wa Ta’ala”, dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan siapa lagi yang lebih baik perkataanya dari pada Alloh Subhanahu wa Ta’ala”.

Semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa mengokohkan kita diatas Al Kitab dan Sunnah dan Istiqomah diatasnya. Wal ilmu indallah.